Hosting Gratis
Home » , » Seandainya HambaMu Harus Menangis

Seandainya HambaMu Harus Menangis


Foto: SEANDAINYA HAMBA-MU HARUS MENANGIS

Ya Rabb, seandainya hamba-Mu harus menangis. 
Jadikanlah tangisan itu yang bisa membuat terhapusnya dosa dan kesalahan hamba, tangis yang mampu menghantar hamba pada ridha dan rahmat-Mu. 

Ya Rabb, jadikanlah senyum hamba dikala orang yang mencintai dan menyayangiku menangisi hamba 

Saudaraku yg dirahmati Allah

“Dan mereka bersujud sambil menangis dan maka bertambahlah atas mereka perasaan khusyu" (QS.Al Isra:109)

Air mata ini adalah kasih sayang yang diletakkan Allah dalam hati setiap hamba-Nya.”

Dikisahkan tentang seorang yang taat ibadah menangis terisak kemudian tersungkur tak sadarkan diri. Setelah siuman, dia ditanya: “Ada apa dengan dirimu? Dia menjawab: “Selepas shalat aku berzikir, kemudian aku menghitung-hitung keadaan diriku. Aku mengadili diriku sendiri sebelum datang pengadilan Allah. Bila setiap harinya aku berbuat dosa, apakah karena lalai ibadah atau karena amal-amalku, berarti aku telah menabung 365 dosa setiap tahunnya. Umurku lima puluh tahun dan itu berarti 18.250 dosa yang harus aku pertanggungjawabkan. Padahal, tidak ada satu perbuatan walau sebesar biji zarah sekali pun kecuali akan diperhitungkan Allah di hari kiamat nanti.

Lantas betapa aku akan menghadap Tuhanku?

Nah bagaimana dengan diri kita yg acap lalai beribadah bahkan seringkali berpindah dari satu maksiat kepada maksiat yg lain??. Ramadhan telah meninggalkan kita, akankah kita berjumpa kembali dengannya ditahun depan. Apa yg telah kita lewati bersama indahnya ramadhan menjadi bahan perenungan bagi kita untuk mencoba menghisab diri kita sebelun kelak Allah menghisab diri kita dimahkamah-Nya kelak. Betapa sedikitnya bekal kita untuk menempuh perjalanan yang panjang nantinya. Seorang teman ketika lebaran kemarin mudik ke Medan dari Jakarta dengan mengendarai mobil bersama anak dan istrinya, ia hanya mengendarai mobil sendiri. Betapa kita untuk urusan pulang kampung di dunia, untuk urusan mudik lebaran mampu bersusah payah, mampu bersakit-sakit dan telah jauh-jauh hari memepersiapkan bekal untuk menghadapi berbagai resiko diperjalanannya demi kampung halaman yg sifatnya fana. Tapi mengapa untuk kampung akhirat yg sifatnya kekal dan nikmatnya tiada terkira kita tak mau bersusah payah, tak mau bersakit-sakit, tak mau berjuang mempersiapkan bekal untuk sampai dengan selamat dikampung akhirat nantinya

Tak pantaskah kita menangisi diri kita sendiri, menghitung diri sebelum datang hari perhitungan yang sesungguhnya. Bukankah Tangisannya adalah penyesalan. Dan setiap kita yang menangis dan menyesali dosanya adalah pintu menuju ke surga. Begitu tingginya nilai tangisan bagi kita hamba yang merindu sehingga Allah akan membebaskan kita dari api neraka. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak akan pernah masuk ke dalam neraka seorang yang pernah menangis karena takut kepada Allah.” (HR at-Tirmidzi).

Mengapa lisan kita berucap merindukan surga, tapi perbuatan kita cendrung kepada kenikmatan duniawi semata?? Kita tak pernah lelah mengejar materi demi materi tak peduli apakah itu menabrak norma-norma syariat dan segala cara dihalalkan. Padahal mereka yg mencintai surga, bagi mereka lebih baik merintihkan tangisan harapan walau sepi dari hiasan bunga pesta dunia, asalkan dia kelak tersenyum menatap Sang Kekasih di akhir perjalanannya. Kerinduan yang tidak terperi telah memenuhi butiran air mata kaum mukmin. Karena, dalam setiap butiran air matanya, dia menemukan wajah Tuhan yang tersenyum penuh welas asih.

Betapa berbahagianya mereka yang pernah menangis dalam penyesalannya. Betapa berbahagianya mereka yang meneteskan air mata karena mewaspadai dirinya di hadapan Allah kelak. Betapa berbahagianya mereka yang menangis sebelum datang saatnya dia akan ditangisi. Betapa berbahagialanya mereka para pemimpin yang terisak merintih getir memikirkan duka derita nasib rakyatnya. Dipertengahan syawal ini masih diberi ruang dan waktu untuk kembali kejalan-Nya, menagis memohon ampunan atas segala salah dan khilaf kita. Menangislah sebelum datang suatu masa di mana malaikat pemutus segala kelezatan akan datang menghentikan segala desah napas dan membuyarkan segala impian kita. 

Menangis adalah hal yang manusiawi. Menangis bukanlah menunjukkan kelemahan jiwa kita. Nabi Muhammad adalah sosok manusia perkasa yang ulet, tahan uji, dan jauh dari sifat-sifat lemah. Terbukti beliau dapat menaklukkan semua serangan atas diri beliau, baik yang datang dari manusia, syaitan, bahkan yang datang dari hawa nafsu beliau sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Najmi: “ Dan, tidaklah dia (Nabi Muhammad) itu berbicara dengan hawa nafsu, tetapi apa yang dikatakannya adalah berdasarkan pada wahyu yang diwahyukan kepadanya”Sosok lain adalah Umar “Al Farouq” bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, khalifah Rasulullah yang kedua. Beliau terkenal sangat tegas terhadap kedzaliman, dan mampu membuat ciut nyali musuh-musuh Islam, seumpama Romawi dan Parsi. Namun dibalik keperkasaan dan tubuh kekar yang beliau miliki, ternyata beliau sangat mudah menangis sampai mengguguk-guguk bila berdiri sholat menghadap Tuhannya, atau saat berdzikir menyebut dan mengingat asma Tuhannya. 

Sosok lain lagi adalah Muhammad Al Fattah, penakluk Konstantinopel. Beliau adalah seorang Pemimpin Islam yang sangat ulet dan perkasa di medan pertempuran, namun acapkali menangis tersedu-sedu saat mengadu kepada Tuhannya di malam hari yang sepi di kemahnya yang sederhana, di tengah-tengah kemah pasukannya yang terlelap kelelahan karena bertempur seharian.

Menangis bukanlah tanda kelemahan jiwa kita yang menyebabkan kita dapat jatuh ke jurang kehinaan, namun justru sikap terpuji yang seharusnya ada pada diri kita setiap hamba Allah yang senantiasa berdiri pada dua tonggak kehidupan yang sangat penting; khouf (rasa takut) dan roja’ (rasa harap). Namun demikian, rugi rasanya jika air mata tertumpah untuk hal-hal yang sepele, dan tidak bernilai disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hari ini banyak air mata kita telah tertumpah untuk hal yang sia-sia, sementara untuk agama mata kita beku tak pernah menangis.
Rasul berpesan: “Mata yang beku yang tidak mampu menangis adalah karena hati orang itu keras, dan hati yang keras adalah karena menumpuknya dosa yang telah diperbuat. Banyaknya dosa yang dibuat seseorang adalah karena orang tersebut lupa mati, sedangkan lupa mati datang akibat panjangnya angan-angan. Panjang angan-angan muncul karena terlalu cinta pada dunia, sedangkan terlalu mencintai dunia adalah pangkal segala perbuatan dosa.”

Mengapa diri kita teramat susah menangis untuk akhirat, diantaranya adalah tertutupnya hati kita dari hidayah Allah dengan kesalahan kita sendiri. Banyak dari kita tidak bisa menjaga pandangan mata kita, banyak pula yang mencaci maki saudara, mengghibahnya bahkan memfitnahnya, makanan yang masuk ke dalam perut pun tidak tahu apakah ini benar-benar dari sumber yang halal. Kesombongan dari diri kita sendiri yang merasa sudah suci dan alim, bahkan mengatakan mereka yang banyak menangis kan memang banyak dosanya (na’udzu billah). Sehingga terlalu banyak noda hitam dalam hati kita yang sudah berkarat sehingga susah dibersihkan yang menyebabkan hati kita menjadi sekeras baja. 

Mengapa kita tak mampu menderaikan air mata dalam tangisan yang merindu cinta kepada-Nya?. Mengapa kita serasa berat mencucurkan air mata kita dalam denyut kecemasan akan nasib di hari akhir?. Mengapa kita tak mau sesekali menarik diri kita dari keramaian dunia untuk bertafakur dan menghitung diri. Kita tak akan pernah menangkap bayangan wajah kita bila becermin di atas air yang deras dan keruh. Bayangan kita hanya tertangkap di permukaan air yang bening dan mengalir tenang. Kita tak akan menemukan wajah Tuhan dalam gelak tawa dan ingar-bingar pesta dunia. Gelak tawa demikian hanya akan menumpulkan ketajaman nurani kita. Hingar-bingar dunia kita telah membuat kusam dan kotor kaca-kaca kalbu kita. Sinarnya tertahan oleh daun-daun ambisi hawa nafsu kita. Apalah artinya gelak tawa bila diakhiri dengan derai air mata dan tangisan penyesalan di hari kemudian?

Bagaimana kita beranjak dari kemaksiatan diri kita? dipertengahan syawal ini jangan kita lalai belajar memperbaiki ketaatan diri dengan menjaga pandangan kita, menjaga lidah kita,menjaga perut kita dan pikir kita, walaupun kita memang tak pernah berbuat dosa dan maksiat tetapi kita harus merasa banyak kekurangan dan dosa dalam diri kita sehingga Allah berikan sifat kelembutan dalam diri kita.

Dipertengahan syawal ini jangan kita lalai untuk terus belajar menangis untuk akhirat, menghapus keraguan dalam hati akan ketentuan Allah. Keraguan dalam hati adalah bagian dari godaan syetan sehingga kita senantiasa diliputi kekhawatiran dan kebimbangan. Dengan merengkuh kemenangan kita memiliki kunci memasuki pintu maaf-Nya yaitu dengan bertawakal pada Allah dibarengi ihtiar yang optimal. Yakin bahwa semua hasil usaha kita adalah Allah yang Maha Menentukan, serta kita yakin Allah tidak akan menzalimi hamba-hambaNya.Jika kita bisa merasa tenang menitipkan barang kepada penjaga barang, tenang menitipkan motor pada juru parkir, tenag menitipkan uang kita di Bank, seharusnya kita jauh lebih tenang lagi jika kita menitipkan hidup dan mati ini kepada Allah. Tentu dibarengi ihtiar yang terbaik. 

Wallahu 'alamSEANDAINYA HAMBA-MU HARUS MENANGIS

Ya Rabb, seandainya hamba-Mu harus menangis. 
Jadikanlah tangisan itu yang bisa membuat terhapusnya dosa dan kesalahan hamba, tangis yang mampu menghantar hamba pada ridha dan rahmat-Mu. 

Ya Rabb, jadika
nlah senyum hamba dikala orang yang mencintai dan menyayangiku menangisi hamba

Saudaraku yg dirahmati Allah

“Dan mereka bersujud sambil menangis dan maka bertambahlah atas mereka perasaan khusyu" (QS.Al Isra:109)

Air mata ini adalah kasih sayang yang diletakkan Allah dalam hati setiap hamba-Nya.”

Dikisahkan tentang seorang yang taat ibadah menangis terisak kemudian tersungkur tak sadarkan diri. Setelah siuman, dia ditanya: “Ada apa dengan dirimu? Dia menjawab: “Selepas shalat aku berzikir, kemudian aku menghitung-hitung keadaan diriku. Aku mengadili diriku sendiri sebelum datang pengadilan Allah. Bila setiap harinya aku berbuat dosa, apakah karena lalai ibadah atau karena amal-amalku, berarti aku telah menabung 365 dosa setiap tahunnya. Umurku lima puluh tahun dan itu berarti 18.250 dosa yang harus aku pertanggungjawabkan. Padahal, tidak ada satu perbuatan walau sebesar biji zarah sekali pun kecuali akan diperhitungkan Allah di hari kiamat nanti.

Lantas betapa aku akan menghadap Tuhanku?

Nah bagaimana dengan diri kita yg acap lalai beribadah bahkan seringkali berpindah dari satu maksiat kepada maksiat yg lain??. Ramadhan telah meninggalkan kita, akankah kita berjumpa kembali dengannya ditahun depan. Apa yg telah kita lewati bersama indahnya ramadhan menjadi bahan perenungan bagi kita untuk mencoba menghisab diri kita sebelun kelak Allah menghisab diri kita dimahkamah-Nya kelak. Betapa sedikitnya bekal kita untuk menempuh perjalanan yang panjang nantinya. Seorang teman ketika lebaran kemarin mudik ke Medan dari Jakarta dengan mengendarai mobil bersama anak dan istrinya, ia hanya mengendarai mobil sendiri. Betapa kita untuk urusan pulang kampung di dunia, untuk urusan mudik lebaran mampu bersusah payah, mampu bersakit-sakit dan telah jauh-jauh hari memepersiapkan bekal untuk menghadapi berbagai resiko diperjalanannya demi kampung halaman yg sifatnya fana. Tapi mengapa untuk kampung akhirat yg sifatnya kekal dan nikmatnya tiada terkira kita tak mau bersusah payah, tak mau bersakit-sakit, tak mau berjuang mempersiapkan bekal untuk sampai dengan selamat dikampung akhirat nantinya

Tak pantaskah kita menangisi diri kita sendiri, menghitung diri sebelum datang hari perhitungan yang sesungguhnya. Bukankah Tangisannya adalah penyesalan. Dan setiap kita yang menangis dan menyesali dosanya adalah pintu menuju ke surga. Begitu tingginya nilai tangisan bagi kita hamba yang merindu sehingga Allah akan membebaskan kita dari api neraka. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak akan pernah masuk ke dalam neraka seorang yang pernah menangis karena takut kepada Allah.” (HR at-Tirmidzi).

Mengapa lisan kita berucap merindukan surga, tapi perbuatan kita cendrung kepada kenikmatan duniawi semata?? Kita tak pernah lelah mengejar materi demi materi tak peduli apakah itu menabrak norma-norma syariat dan segala cara dihalalkan. Padahal mereka yg mencintai surga, bagi mereka lebih baik merintihkan tangisan harapan walau sepi dari hiasan bunga pesta dunia, asalkan dia kelak tersenyum menatap Sang Kekasih di akhir perjalanannya. Kerinduan yang tidak terperi telah memenuhi butiran air mata kaum mukmin. Karena, dalam setiap butiran air matanya, dia menemukan wajah Tuhan yang tersenyum penuh welas asih.

Betapa berbahagianya mereka yang pernah menangis dalam penyesalannya. Betapa berbahagianya mereka yang meneteskan air mata karena mewaspadai dirinya di hadapan Allah kelak. Betapa berbahagianya mereka yang menangis sebelum datang saatnya dia akan ditangisi. Betapa berbahagialanya mereka para pemimpin yang terisak merintih getir memikirkan duka derita nasib rakyatnya. Dipertengahan syawal ini masih diberi ruang dan waktu untuk kembali kejalan-Nya, menagis memohon ampunan atas segala salah dan khilaf kita. Menangislah sebelum datang suatu masa di mana malaikat pemutus segala kelezatan akan datang menghentikan segala desah napas dan membuyarkan segala impian kita.

Menangis adalah hal yang manusiawi. Menangis bukanlah menunjukkan kelemahan jiwa kita. Nabi Muhammad adalah sosok manusia perkasa yang ulet, tahan uji, dan jauh dari sifat-sifat lemah. Terbukti beliau dapat menaklukkan semua serangan atas diri beliau, baik yang datang dari manusia, syaitan, bahkan yang datang dari hawa nafsu beliau sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Najmi: “ Dan, tidaklah dia (Nabi Muhammad) itu berbicara dengan hawa nafsu, tetapi apa yang dikatakannya adalah berdasarkan pada wahyu yang diwahyukan kepadanya”Sosok lain adalah Umar “Al Farouq” bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, khalifah Rasulullah yang kedua. Beliau terkenal sangat tegas terhadap kedzaliman, dan mampu membuat ciut nyali musuh-musuh Islam, seumpama Romawi dan Parsi. Namun dibalik keperkasaan dan tubuh kekar yang beliau miliki, ternyata beliau sangat mudah menangis sampai mengguguk-guguk bila berdiri sholat menghadap Tuhannya, atau saat berdzikir menyebut dan mengingat asma Tuhannya.

Sosok lain lagi adalah Muhammad Al Fattah, penakluk Konstantinopel. Beliau adalah seorang Pemimpin Islam yang sangat ulet dan perkasa di medan pertempuran, namun acapkali menangis tersedu-sedu saat mengadu kepada Tuhannya di malam hari yang sepi di kemahnya yang sederhana, di tengah-tengah kemah pasukannya yang terlelap kelelahan karena bertempur seharian.

Menangis bukanlah tanda kelemahan jiwa kita yang menyebabkan kita dapat jatuh ke jurang kehinaan, namun justru sikap terpuji yang seharusnya ada pada diri kita setiap hamba Allah yang senantiasa berdiri pada dua tonggak kehidupan yang sangat penting; khouf (rasa takut) dan roja’ (rasa harap). Namun demikian, rugi rasanya jika air mata tertumpah untuk hal-hal yang sepele, dan tidak bernilai disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hari ini banyak air mata kita telah tertumpah untuk hal yang sia-sia, sementara untuk agama mata kita beku tak pernah menangis.
Rasul berpesan: “Mata yang beku yang tidak mampu menangis adalah karena hati orang itu keras, dan hati yang keras adalah karena menumpuknya dosa yang telah diperbuat. Banyaknya dosa yang dibuat seseorang adalah karena orang tersebut lupa mati, sedangkan lupa mati datang akibat panjangnya angan-angan. Panjang angan-angan muncul karena terlalu cinta pada dunia, sedangkan terlalu mencintai dunia adalah pangkal segala perbuatan dosa.”

Mengapa diri kita teramat susah menangis untuk akhirat, diantaranya adalah tertutupnya hati kita dari hidayah Allah dengan kesalahan kita sendiri. Banyak dari kita tidak bisa menjaga pandangan mata kita, banyak pula yang mencaci maki saudara, mengghibahnya bahkan memfitnahnya, makanan yang masuk ke dalam perut pun tidak tahu apakah ini benar-benar dari sumber yang halal. Kesombongan dari diri kita sendiri yang merasa sudah suci dan alim, bahkan mengatakan mereka yang banyak menangis kan memang banyak dosanya (na’udzu billah). Sehingga terlalu banyak noda hitam dalam hati kita yang sudah berkarat sehingga susah dibersihkan yang menyebabkan hati kita menjadi sekeras baja.

Mengapa kita tak mampu menderaikan air mata dalam tangisan yang merindu cinta kepada-Nya?. Mengapa kita serasa berat mencucurkan air mata kita dalam denyut kecemasan akan nasib di hari akhir?. Mengapa kita tak mau sesekali menarik diri kita dari keramaian dunia untuk bertafakur dan menghitung diri. Kita tak akan pernah menangkap bayangan wajah kita bila becermin di atas air yang deras dan keruh. Bayangan kita hanya tertangkap di permukaan air yang bening dan mengalir tenang. Kita tak akan menemukan wajah Tuhan dalam gelak tawa dan ingar-bingar pesta dunia. Gelak tawa demikian hanya akan menumpulkan ketajaman nurani kita. Hingar-bingar dunia kita telah membuat kusam dan kotor kaca-kaca kalbu kita. Sinarnya tertahan oleh daun-daun ambisi hawa nafsu kita. Apalah artinya gelak tawa bila diakhiri dengan derai air mata dan tangisan penyesalan di hari kemudian?

Bagaimana kita beranjak dari kemaksiatan diri kita? dipertengahan syawal ini jangan kita lalai belajar memperbaiki ketaatan diri dengan menjaga pandangan kita, menjaga lidah kita,menjaga perut kita dan pikir kita, walaupun kita memang tak pernah berbuat dosa dan maksiat tetapi kita harus merasa banyak kekurangan dan dosa dalam diri kita sehingga Allah berikan sifat kelembutan dalam diri kita.

Dipertengahan syawal ini jangan kita lalai untuk terus belajar menangis untuk akhirat, menghapus keraguan dalam hati akan ketentuan Allah. Keraguan dalam hati adalah bagian dari godaan syetan sehingga kita senantiasa diliputi kekhawatiran dan kebimbangan. Dengan merengkuh kemenangan kita memiliki kunci memasuki pintu maaf-Nya yaitu dengan bertawakal pada Allah dibarengi ihtiar yang optimal. Yakin bahwa semua hasil usaha kita adalah Allah yang Maha Menentukan, serta kita yakin Allah tidak akan menzalimi hamba-hambaNya.Jika kita bisa merasa tenang menitipkan barang kepada penjaga barang, tenang menitipkan motor pada juru parkir, tenag menitipkan uang kita di Bank, seharusnya kita jauh lebih tenang lagi jika kita menitipkan hidup dan mati ini kepada Allah. Tentu dibarengi ihtiar yang terbaik.

Wallahu 'alam

0 Komentar:

Posting Komentar

Sponsor

Copyright© 2012. Diberdayakan oleh Blogger.
Topics :