Hosting Gratis
Home » , , » Exchange! Chapter 1

Exchange! Chapter 1

Exchange!

Author: Grey Chocolate

Laboratorium. Hokkaido.
Kepulan asap tebal terlihat mengepul dari atap sebuah bangunan berbentuk kubah. Dapat dilihat pula sebuah lubang cukup besar yang terdapat tepat di tengah kubah tersebut yang memungkinkan si penghuni dapat melihat ke langit cerah di siang hari ini.
Di dalam bangunan itu sendiri terdapat beberapa manusia berpenampilan serupa ; berjas putih dengan masker yang menutup mulut mereka, penutup kepala dan sarung tangan karet. Hampir seluruh manusia di sana berada dalam posisi yang juga sama, jatuh terduduk sambil terbatuk-batuk. Namun, di antara manusia-manusia itu, seseorang tak bergeming. Seseorang berkacamata tebal yang seperti tutup botol susu yang sedari tadi menatap lubang atap laboratorium dengan takjub. Meski tertutup masker yang dikenakannya, garis tipis di wajahnya memerlihatkan bahwa ia tengah tersenyum, kini.
Aku berhasil!

Disclaimer
NARUTO © Masashi Kishimoto
.
Pair
SasuHina
.
Warning
AU, OoC, campur-campur, deh!
.
Coklat Abu proudly presents
EXCHANGE!

Chapter I : Who are You?
(Kyoto, 1713)
Hosh! Hosh! Hosh!
Seorang pemuda dengan hakama putih dan yukata hitam berlari kencang dengan napas bertempo cepat. Sesekali ia menolehkan kepala bersurai hitamnya ke belakang, seolah dikejar sesuatu yang mengerikan. Rumput demi rumput telah diinjaknya tanpa belas kasih, begitu juga dengan semak-semak yang terbelah saat sang pemuda melewatinya. Tapi, pemuda itu tak peduli. Persetan dengan cinta lingkungan! Yang ia butuhkan kini adalah tempat bersembunyi!
Maka pemuda itu semakin cepat memacu kakinya untuk berlari. Semakin kencang, dan kencang! Seperti banteng yang meliar selepas melihat warna merah. Saking kencangnya ia berlari, pemuda bersurai raven itu bahkan tak menyadari ada sebuah telur raksasa yang berada tak jauh dari tempatnya kini berlari.
BRUAGH!
HaBring it on! Pemuda itu sukses menabrak telur raksasa di depannya dan itu membuat ia kini meringis sembari memegang wajahnya yang berwarna ungu karena lebam akibat benturan keras barusan.
"Sialan! Burung apa, sih, yang seenaknya menelurkan telur raksasa di sini!" Ia mengumpat sebal sembari membenarkan posisi berdirinya.
Hah? Telur raksasa, kubilang?
Pemuda itu kembali mendongakkan wajahnya untuk memandangi telur sebesar dirinya yang tetap tak retak meski dihantam sedemikian rupa.
Dengan canggung, pemuda itu meneliti inci demi inci telur aneh berwarna kelabu dan ungu itu. Hingga tanpa sengaja jarinya menekan sebuah tombol berwarna merah yang ada di dinding telur. Suara yang mirip dengan suara helikopter berkumandang seketika dan membuat si pemuda terperanjat, belum lagi ia dikejutkan dengan terbukanya pintu dari dinding telur. Merasa bahwa sepertinya telur tersebut adalah pesawat alien atau semacamnya, si pemuda menarik kusanagi dari sarungnya. Bersiap untuk melenyapkan telur mencurigakan itu. Sampai …
"HEI, ITU DIA SI UCHIHA KEPARAT!"
"Ah, benar!"
"Tangkap dia!"
Pemuda raven menenggak ludah dan dengan tergesa melihat ke arah belakang di mana ratusan manusia bertubuh kekar dan ber-katana tengah berlari ke arahnya.
"Bagaimana bisa aku lupa bahwa aku sedang diburu! Ck, kalau begini tidak ada pilihan lain!"
Pemuda tersebut menyarungkan kembali kusanagi-nya dan memilih masuk ke dalam telur. Di dalam, ia merasa panik sendiri karena dengan ceroboh memilih telur asing ini meski ia tak tahu sama sekali bagaimana cara menggerakkannya. Dijambak raven-nya hingga kusut saking geramnya ia. Bermacam-macam tombol telah ia tekan, namun mesin pesawat telur itu tak juga membawanya pergi, hanya berbunyi kencang yang membuat orang-orang yang memburunya kian mendekat setelah tahu keberadaannya.
Merasa darahnya semakin mendidih di samping rasa takut yang juga menjadi-jadi, pemuda buruan itu menendang bagian mesin pesawat dengan murka.
"PESAWAT BRENGSEK! BAWA AKU PERGI ATAU DALAM BEBERAPA MENIT AKU AKAN DIJADIKAN KOYAKAN DAGING OLEH MANUSIA-MANUSIA ITU!" Ia berseru pasrah.
Ajaib! Atau mungkin kebetulan? Yang jelas, kaki sang pemuda secara tepat mengenai bagian pengendalian pesawat dan membuat pesawat itu dalam keadaan siap untuk lepas landas. Pintu telur tersebut tertutup, dan telur tersebut pun bergetar hebat hingga dalam sekejap mata lenyap tanpa sisa.
Tap!
Seorang samurai bersurai abu-abu dengan kuncir satu tinggi di belakang, perban yang menutupi sebelah matanya, mulut yang ditutupi masker hitam dan sebuah buku oranye yang menyembul dari dalam yukata kelabunya tiba yang paling pertama di lokasi. Namun, yang ia temukan bukanlah sang pemuda maupun telur raksasa seperti yang dilihatnya beberapa saat tadi melainkan hamparan rumput dan pepohonan menjulang. Keberadaan sang pemuda tiba-tiba tidak diketahui bersamaan dengan raibnya telur raksasa tersebut.
Pemuda itu melangkah mengitari daerah tersebut dengan raut wajah tak percaya.
"… Lho? Hilang?" Sang pemuda menggaruk kepala kelabunya dengan heran diikuti samurai-samurai lain yang sudah berdatangan di lokasi.
"Kemana perginya dia?"

Hokkaido.
Kesibukan di dalam laboratorium yang pada dasarnya sibuk semakin sibuk saja saat beberapa asisten profesor memulai aktivitas mereka untuk memperbaiki atap bangunan yang rusak akibat penelitian mereka. Tentu saja dengan otak jenius dari beberapa kepala tersebut masalah ini dapat di atasi dengan mudah. Tiga jam, dan itu telah lebih dari cukup untuk menyatukan kembali atap mereka seperti sedia kala.
Sayang … belum sempat merasa lega karena usaha mereka berbuah manis, sebuah suara kencang terdengar, disertai pula dengan kembali runtuhnya atap bangunan yang telah susah payah mereka perbaiki.
BUAGH!
Beberapa asisten profesor itu pun kembali pada posisi yang sama seperti beberapa saat sebelumnya—jatuh terduduk sembari terbatuk-batuk.
"Ada apa lagi ini?" Sang profesor yang barusan mendengar keriuhan dari lantai bawah bergegas mendatangi sumber suara dengan langkah tergesa bersama dengan sang asisten terdekat bersurai merah bata dengan tato kanji ai di dahi putihnya.
Seorang asisten dengan kacamata dan rambut putih keperakan menjawab di sela batuknya. "M-mesin waktu kita telah kembali, Prof!"
Tanpa menunggu, mata sang profesor terarah pada sebuah telur raksasa berwarna perak dengan aksen garis berwarna ungu. Dengan cepat ia berjalan menghampiri telur tersebut dan membuka tombol untuk membuka pintu mesin.
As expected, penelitian mereka kini benar-benar berhasil! Di dalam mesin waktu itu tengah meringkuk seorang pemuda berpakaian kuno yang tengah tidak sadarkan diri. Dengan hati-hati, lengan putih berbalut sarung tangan sang profesor terulur untuk mengangkat tubuh sang pemuda samurai.
Surai hitam berkilau, kulit putih dan postur gagah perkasa seakan tubuhnya dilatih terus-menerus dalam kurun waktu yang tidak sebentar milik sang samurai menyita perhatian sang profesor.
Sang profesor entah bagaimana merasa terkesima detik itu juga. Saliva ia tenggak tanpa disadarinya. Tampan …
A-apa? Tampan? Ck, aku ini bicara apa, sih, barusan! Sang profesor menggelengkan kepalanya cepat, mengusir pemikiran-pemikiran aneh yang mulai masuk ke syaraf otaknya.
"Hei, kalian! Bantu aku membawanya ke lantai bawah!" Ia berseru kemudian kepada awak-awak saat tersadar dari lamunan sejenaknya.

"Ngh …." Tubuh berlapis yukata hitam itu bergeliat ke kiri dan ke kanan saat dirasa sebuah cahaya yang sangat silau menghampiri tubuhnya, membuat tidur nyenyaknya terganggu.
Dengan perlahan, sepasang kelopak putihnya terbuka dan menampakkan oniks yang masih menyipit. Hal pertama yang dapat dilihatnya saat itu adalah bayangan yang diterpa silau cahaya milik seseorang, membuat ia segera terlonjak untuk bangkit dari posisi tidurnya.
"Siapa kau?" Tanya sang pemuda dengan panik.
Sang siluet yang semula membelakanginya berbalik usai menutup setengah tirai yang tersibak, membuat Sasuke dapat melihat wujud sang siluet dengan lebih jelas.
"Oh? Sudah bangun, rupanya."
"K-kau! Orang aneh!" Komentar Sasuke meluncur secara refleks begitu melihat bagaimana penampilan lawan bicaranya. Jubah putih hingga lutut, celana putih, sepatu hitam, sarung tangan, masker, kacamata super tebal dan penutup kepala. Benar-benar mencurigakan bagi Sasuke.
Bukannya marah, orang yang dikatai Sasuke sebagai orang aneh itu malah terkikik geli dan menghampiri sang pemuda yang langsung saja beringsut ke pojok tempat tidur.
"M-mau apa kau? Jangan mendekat!" Ia menarik kusanagi dari sarungnya dan menebas-nebaskannya tepat di hadapan sang orang aneh yang ternyata adalah profesor muda.
Tanpa takut akan ujung kusanagi yang tajam, sang profesor mendudukkan diri di dekat sang pemuda. "Tenanglah," ia berkata pelan. "Aku bukan orang aneh yang akan macam-macam padamu, kok."
Samurai dari masa lalu itu mengerutkan dahi. "Eh? Lantas kau itu siapa? Aku di mana?"
"Turunkan katana-mu dan akan kuceritakan."
Sang samurai mengangguk dan menurut, disarungkan kembali kusanagi-nya dan ia pun mendengarkan dengan baik penjelasan yang disampaikan oleh profesor tersebut.

"Jadi, ini …," sang samurai menggantungkan sebuah kalimat tepat ketika sang profesor telah usai menyampaikan penjelasan.
"Ini masa ratusan tahun dari masamu datang … atau kau bisa sebut masa depan. Yang kau naiki hingga dapat pergi ke sini adalah mesin waktu milik laboratorium kami. Ikutlah denganku ke lantai atas untuk melihat mesin waktu itu." Sang profesor tak menunggu lama untuk beranjak pergi diikuti sang samurai setelahnya.

Oniks hitam sang pemuda samurai menggeledah setiap sudut dari ruangan berbau obat tersebut. Ruangan yang sangat besar itu dihuni oleh banyak orang dengan ciri yang hampir sama dengan profesor. Dilihatnya mereka tengah berkutat dengan objek penelitian masing-masing di samping ada pula yang kembali bekerja memperbaiki atap yang berlubang lagi.
Ketika keduanya menginjak lantai di ruangan itu, seluruh peneliti yang tengah bekerja menghentikan kegiatan mereka dan memilih untuk memokuskan mata mereka pada hasil penelitian profesor yang terbaru. Manusia dari masa lalu.
Tatapan para asisten yang seolah ingin menguliti sang samurai dan membuat sampel dari setiap organ tubuhnya tidak bisa tidak membuat pemuda raven sedikit tak nyaman berada di sana.
Mengerti akan kegelisahan sang pemuda samurai, sang profesor berteriak lantang, "Waktu istirahat! Makan siang sana! Aku perlu waktu untuk membicarakan banyak hal dengan pemuda ini di sini! Tinggalkan ruangan ini dalam sepuluh detik atau besok organ tubuh kalian akan kumasukan pada tabung dan kuawetkan dengan formalin!"
Sukses, ancaman sang profesor membuat seluruh asistennya melangkah terburu-buru menuju lantai dasar sementara seorang pemuda bersurai merah bata dengan katana di tangannya justru berjalan ke arah sang profesor. Profesor berkacamata tak marah, ia tersenyum saat mendapati senyuman tipis di bibir sang asisten paling setianya.
"Dispensasi untukmu, Gaara. Temani aku di sini."

"Kalau begitu, bisa katakan kenapa kau bisa menaiki mesin waktu milikku, Tuan Samurai?" Itulah pertanyaan pertama yang sang profesor lontarkan ketika ia hanya berada dengan sang samurai dan sang asisten bernama Gaara.
"Namaku Uchiha Sasuke. Aku tidak suka dipanggil dengan sebutan itu."
"Baik, baik. Bisakah kau menceritakannya, Sasuke-kun?" Ulang sang profesor dengan nada bosan.
Sasuke terdiam sejenak. Diingatnya keadaan negaranya dan itu membuat ia secara geram menggigit bibir bawahnya. Suasana hening hingga sang pemuda membuka mulut untuk menuturkan kejelasan.
"Di zamanku, Jepang dipimpin oleh empat raja dari empat kerajaan. Barat, timur, utara dan selatan. Semua memiliki porsinya sendiri untuk mengolah pemerintahan. Namun, suatu ketika kerajaan barat bersekutu dengan kerajaan timur dan utara untuk menjajah kerajaan selatan. Masalah bukan selesai sampai di situ saja. Setelah menguasai kerajaan selatan, kerajaan barat kembali berkhianat dan memerangi kerajaan yang semula menjadi sekutunya. Dengan kondisi kerajaan yang labil, kerajaan barat dengan mudah mengambil alih kekuasaan dan membentuk pemerintahan baru di mana hanya kerajaan barat-lah yang berkuasa."
Pemuda raven itu mengepalkan tangannya. "Tapi, pemerintahan yang dipimpin oleh kerajaan barat adalah pemerintahan terburuk sepanjang sejarah! Mereka menjarah harta rakyat kecil dan membunuh orang-orang yang menghalangi tujuan mereka. Karena itulah, aku dan dua orang temanku berinisiatif mengalahkan kerajaan barat dan mengembalikan pemerintahan seperti dulu. Tapi, karena ide inilah aku dan kedua temanku diburu. Kami pun terpaksa berpencar untuk bertahan hidup dan aku menemukan mesin waktu milikmu!"
Hah! Benar juga! Teman-temanku! Penduduk desa! Sang pemuda teringat sesuatu dan mengangkat wajahnya. Sorot kemarahan jelas tersirat dari dua bola mata hitam yang berkilat kemudian.
"Aku harus segera kembali ke masa lalu! Aku tidak boleh kabur seperti ini! Aku harus mengalahkan kerajaan barat!" Teriak sang pemuda di hadapan profesor muda.
Sang profesor melirik sang samurai dengan ekor matanya, dibenarkan letak kacamatanya yang bergeser sedikit. "… Begitukah? Kurasa kau harus menunggu seminggu karena pendaratan mesin waktu tersebut tidak sukses dan aku harus memperbaikinya—"
GREP!
Sang raven menarik kerah jas milik sang profesor. Matanya menyipit disertai pandangan menusuk yang dilayangkan pada lawan bicaranya tersebut. "Kau bilang aku harus menunggu? Jangan bercanda! Bagaimana bisa aku diam saja menunggu sementara teman-temanku berjuang di sana!—"
SET 
Sebuah katana mengarah membentuk garis horizontal tepat di depan leher milik Sasuke. Membuat oniks bergulir untuk mendapati tampang garang Gaara lengkap dengan sorot tajamnya.
"Lepaskan tanganmu dari profesor atau katana ini akan menebas lehermu …!"
Decakan sebal terdengar dari mulut Sasuke sebelum akhirnya ia melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah sang profesor.
Sang profesor menghela napas sembari membenahi kerah jasnya yang sedikit kusut. "Melihat sorot matamu yang bersungguh-sungguh, apa boleh buat, aku akan berupaya agar mesin waktu tersebut dapat digunakan besok. Bersabarlah satu hari."
"Gaara!" Sang profesor menoleh ke arah bawahannya. "Lekas ke lantai dasar dan perintahkan kepada yang lain untuk segera mengumpulkan alat yang diperlukan dan perbaiki mesin waktu itu sesegera mungkin!"
Gaara mengangguk sembari menarik katana-nya dari jangkauan Sasuke. "Baik."

Sepeninggal Gaara, ruangan tersebut hanya menyisakan sang profesor dengan Sasuke seorang. Mata sang profesor yang sedari tadi memaku pada sosok Uchiha itu dapat dengan jelas menangkap kepanikan di wajah sang raven yang tertunduk.
Perlahan, didekatkan langkahnya menuju Sasuke. Dengan tinggi yang tak jauh berbeda, profesor itu sedikit berjinjit dan menepukkan telapak tangannya di atas kepala hitam sang Uchiha.
"Jangan khawatir." Profesor muda tersenyum. "Kau akan segera bertemu temanmu dan menyelamatkan negaramu sebentar lagi."
Profesor itu lalu meninggalkan Sasuke sendirian dengan mata membola dan rona merah tipis di pipinya. Jemari lentik miliknya sedikit demi sedikit bergerak meraba surai-surai hitam yang sesaat tadi disentuh oleh tangan sang profesor.
"Hangat …."
Hangat? Tunggu! Dia laki-laki, bukan? Cih! Sepertinya aku mulai gila!

Seharian ini, samurai zaman dahulu itu tak melakukan banyak kegiatan yang tak berarti. Ia hanya duduk diam di kamar yang disediakan profesor untuknya sembari mengelap kusanagi-nya dengan lap bersih. Ada banyak hal yang mengisi pikirannya. Yakni, bagaimana caranya agar ia bertambah kuat dan mengalahkan kerajaan barat. Ia ingin menumpas kejahatan, akan tetapi ia tahu ia masih tak cukup kuat. Ia bahkan kabur ketika dikejar ratusan samurai. Lemah. Itulah yang membuat Sasuke gelisah, sesungguhnya. Namun, entah bagaimana ketika ingatan akan kehangatan dari telapak tangan sang profesor mengisi benaknya, relung hatinya terasa tenang.
Merasa bosan, Sasuke melangkahkan kaki ke lantai dua, tempat di mana para peneliti melakukan perbaikan pada mesin waktu yang ditumpanginya. Pemilik oniks itu tak lantas memasuki ruangan, ia hanya melihat dari celah pintu yang sedikit terbuka bagaimana kesibukan yang terjadi di dalam sana. Dicarinya sosok sang profesor di segala penjuru ruangan hingga ia dapat menemukannya di sudut. Ya, profesor itu tengah berkutat dengan beberapa perkakas besi yang berserak di atas meja dengan air muka yang penuh dengan keseriusan. Sesekali, peluh sebesar biji jagung mengalir dari sela-sela topi karet yang dikenakannya dan kembali—Sasuke merasa ketenangan menyelusup di hatinya.

Jarum jam di atas pintu laboratorium yang berbentuk hologram mengarah tepat pada angka satu. Jam satu malam. Itu berarti telah seharian penuh para peneliti bahu-membahu memperbaiki kerusakan di mesin waktu yang akan pergunakannya kembali. Ia berjalan memasuki ruangan yang kini telah lengang itu. Beberapa material masih terlihat berantakan memenuhi ruangan, mungkin para peneliti sudah terlalu lelah untuk sekadar membereskannya.
Langkah Uchiha itu menderap pelan dan berhenti tepat di depan meja persegi yang terbuat dari baja. Oniks Sasuke melembut saat dilihatnya siluet sang profesor tertidur pulas dalam posisi menelungkup ke atas meja dengan berbagai perkakas untuk memperbaiki mesin waktu yang berserak sembarangan di sekitar tangannya.
Kau sudah berjuang keras. Terima kasih. Sang pemuda bersurai hitam itu menyunggingkan sebusur tipis senyuman.
"Ehm!" Suara deheman menginterupsi upaya Sasuke yang hendak meletakkan jemarinya di atas kepala bertutup topi karet sang profesor. Selalu orang yang sama, Gaara. Ia datang dengan sebuah selimut berwarna putih di tangannya.
Dengan angkuh, pemuda bermanik hijau itu melangkah melewati Sasuke dan menyelimuti tubuh sang profesor dengan selimut yang dibawanya.
"Kenapa kau bisa ada di sini?" Nada sinis dapat Sasuke tangkap dari cara Gaara bertanya.
"Hanya ingin melihat kondisinya, ia pasti kelelahan saat seharian penuh memperbaiki mesin waktu," jawab Sasuke tanpa peduli bahwa Gaara tengah menatapnya tidak suka.
"Pergilah ke lantai dasar dan tidurlah!"
Meski berdecih, toh, Sasuke menurut saja ketika diperintah oleh sang asisten setia profesor untuk meninggalkan ruangan. Sayup-sayup dapat ia dengar decihan Gaara. Sebelum tangannya memutar kenop laboratorium, ia pun sekilas melihat gestur Gaara yang terlihat seperti tengah mencium pipi sang profesor. Uchiha tunggal itu membulatkan bola matanya. Namun, segera setelahnya ia mengedikan bahu dan tak ambil pusing dengan apa yang telah dilihatnya.

Pagi ini seluruh asisten sang profesor berjajar di laboratorium dengan rapi seolah hendak menyampaikan salam perpisahan pada objek masa lalu yang dibawa mesin waktu. Sasuke sendiri telah berada di hadapan mesin waktu yang telah di perbaiki dengan sang profesor dan Gaara di depannya.
"Terima kasih. Kurasa aku sudah merepotkanmu. Padahal kau telah menolongku dari sergapan samurai-samurai liar dan membantuku kembali ke masa lalu." Sasuke membungkuk sejenak.
Sang profesor yang pagi ini menanggalkan masker di mulutnya tersenyum tipis. "Tak masalah. Aku dan kau bisa dibilang membantu satu sama lain. Anggap saja bayaran karena kau telah menjadi kelinci percobaan untuk temuan terbaruku ini."
"Huh! Baiklah." Sasuke mengangguk kecil dan segera berjalan menuju pintu mesin waktu yang terbuka. "Sekali lagi terima kasih."
Dengan diiringi lambaian tangan dari para asisten dan sang profesor, pintu mesin waktu pun mulai menutup kembali. Namun, sebelum mesin waktu itu lepas landas, sang Uchiha sempat balas melambaikan tangan sembari berucap, "Selamat tinggal, Tuan Profesor."
Mesin waktu itu pun menghilang dalam sekejap mata dengan sukses tanpa merusak atap bangunan seperti yang telah terjadi. Meninggalkan sisa-sisa cahaya hijau cerah di sana.
Para asisten kembali mengedar untuk melanjutkan kegiatan mereka yang sempat tertunda. Sang profesor sendiri berjalan menuju jendela diikuti Gaara yang mengekor di belakangnya.
Jemari putih sang profesor bertengger menarik perlahan kacamata berlensa tebal yang ia kenakan. Memerlihatkan sepasang mutiara lavenderindah yang terpasang apik di baliknya.
"Dia memanggilku 'Tuan'? Dasar bodoh, aku wanita, tahu!" Profesor muda itu terkekeh dan mendongakkan wajahnya ke langit biru yang ada di balik jendela besar di hadapannya.
Dan seharusnya kau tidak perlu mengucapkan selamat tinggal … karena kita pasti akan bertemu lagi, Sasuke-kun….


                                                                     To Be Continued

Courtesy: fanFiction.Net


0 Komentar:

Posting Komentar

Sponsor

Copyright© 2012. Diberdayakan oleh Blogger.
Topics :