Exchange!
Author: Grey Chocolate
Masa depan, masa lampau, peperangan dan keajaiban. Itulah unsur yang membungkus kisah ini. Kisah di mana waktu terbantahkan logisme-nya. Kisah di mana fakta bahwa masa lampau dan masa depan selalu berelasi benar adanya.
Lewat frasa demi frasa yang kuletakkan di sini, biar kuurai segalanya. Untuk kisah yang kupersembahkan dengan judul ….
Exchange!
NARUTO ©
Masashi Kishimoto
Pair
Sasuke & Hinata
Slight
Naruto & Sakura
Warning
AU, OoC, typo[s], etc
Chapter Terdahulu :
Pagi ini seluruh asisten sang profesor berjajar di laboratorium dengan rapi seolah hendak menyampaikan salam perpisahan pada objek masa lalu yang dibawa mesin waktu. Sasuke sendiri telah berada di hadapan mesin waktu yang telah di perbaiki dengan sang profesor dan Gaara di depannya.
"Terima kasih. Kurasa aku sudah merepotkanmu. Padahal kau telah menolongku dari sergapan samurai-samurai liar dan membantuku kembali ke masa lalu." Sasuke membungkuk sejenak.
Sang profesor yang pagi ini menanggalkan masker di mulutnya tersenyum tipis. "Tak masalah. Aku dan kau bisa dibilang membantu satu sama lain. Anggap saja bayaran karena kau telah menjadi kelinci percobaan untuk temuan terbaruku ini."
"Huh! Baiklah." Sasuke mengangguk kecil dan segera berjalan menuju pintu mesin waktu yang terbuka. "Sekali lagi terima kasih."
Dengan diiringi lambaian tangan dari para asisten dan sang profesor, pintu mesin waktu pun mulai menutup kembali. Namun, sebelum mesin waktu itu lepas landas, sang Uchiha sempat balas melambaikan tangan sembari berucap, "Selamat tinggal, Tuan Profesor."
Mesin waktu itu pun menghilang dalam sekejap mata dengan sukses tanpa merusak atap bangunan seperti yang telah terjadi. Meninggalkan sisa-sisa cahaya hijau cerah di sana.
Para asisten kembali mengedar untuk melanjutkan kegiatan mereka yang sempat tertunda. Sang profesor sendiri berjalan menuju jendela diikuti Gaara yang mengekor di belakangnya.
Jemari putih sang profesor bertengger menarik perlahan kacamata berlensa tebal yang ia kenakan. Memerlihatkan sepasang mutiara lavenderindah yang terpasang apik di baliknya.
"Dia memanggilku 'Tuan'? Dasar bodoh, aku wanita, tahu!" Profesor muda itu terkekeh dan mendongakkan wajahnya ke langit biru yang ada di balik jendela besar di hadapannya.
Dan seharusnya kau tidak perlu mengucapkan selamat tinggal … karena kita pasti akan bertemu lagi, Sasuke-kun….
Chapter II
I'm Curious You
BWUSHHH!
"GYAAA!"
Sebuah bola yang merupakan tumpukan manusia berpakaian baja layaknya serdadu perang yang pingsan melaju ke arah siluet seorang gadis bersurai merah jambu dengan yukata merah membungkus kemolekan tubuhnya. Dengan panik, gadis tersebut berlari berbelok ke sebuah hutan sehingga bola tumpukan manusia itu menabrak tembok dan tercerai-berai.
Gadis yang rupanya memiliki kelereng jamrud bundar membungkukkan tubuh dan menetralisir ritme napasnya yang berirama kencang seusai berlari tergesa sedari tadi.
Belum sempat menghela napas lega, seorang pemuda pirang ber-yukata biru yang tengah menggigit tusuk gigi berlari ke arahnya dengan peluh deras di setiap inci bagian wajahnya.
"SAKURA-CHAN! LARIII!"
Sang gadis sontak menengadah dan mendapati puluhan manusia tengah mengarahkan panah pada sang pemuda yang berlari ke arahnya. Sepasang jamrud membentuk lingkaran penuh, membelalak untuk kali kesekian ketika lagi-lagi ia harus dihadapkan pada situasi genting bahkan ketika ia belum mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan.
Baka! Kenapa lari ke sini?
Sang gadis menghujat dalam hati sembari ikut berlari menyusul sang pemuda yang berlari terlebih dahulu menuju ke dalam hutan.
Di terik hari yang menyilaukan netra, Uchiha muda mengusap keringat yang keluar dari lubang pori-porinya sembari memicingkan dua oniks yang tampak belum terbiasa dengan kemilau sang mentari. Ia mengutuk cuaca sejenak, sebelum akhirnya kembali melangkahkan kaki menjauhi bola waktu yang membawanya kembali ke masa lampau. Pemuda bernama lengkap Uchiha Sasuke mengarahkan pandangannya ke berbagai penjuru, memantau keadaan bilamana ia ditemukan kembali oleh pihak musuh yang memburunya.
Namun yang ia peroleh hanyalah keheningan, tentu saja. Mengingat ia telah seharian lenyap dari masa lampau dan berkiprah ke masa depan di mana teknologi mutakhir berlabuh. Barangkali, para pemburunya telah kembali ke markas setelah menyadari bahwa target yang mereka kejar menghilangkan jejak dengan cantik.
Langkah sepasang kaki milik sang pemuda lantas membawa ia berjalan tak tentu arah. Ia bahkan tidak tahu di mana kakinya memijak kini. Ia baru saja singgah di desa ini beberapa hari yang lalu. Jadi, jangan salahkan ia bila arah membutakannya. Ia hanya seorang asing yang kabur ke hutan karena terdesak dan kini menjadi seorang tersesat karena sebuah peta yang menjadi pegangannya bertualang tertinggal entah di mana.
Raven menundukkan wajahnya ketika semilir angin mengelus lembut tubuhnya. Membiarkan hawa sejuk merasuk dan mengurangi kapasitas rasa panas yang matahari berikan. Musuh yang menantinya berjumlah sangat banyak dan mau tidak mau harus ia bereskan satu per satu. Itulah problema yang membuat Uchiha Sasuke merasa gentar. Takut.
Apa ia akan kalah? Apa upayanya untuk memerdekakan negara begitu sulit diraup?
"Aku harus segera kembali ke masa lalu! Aku tidak boleh kabur seperti ini! Aku harus mengalahkan kerajaan barat!"
"Jangan khawatir. Kau akan segera bertemu temanmu dan menyelamatkan negaramu sebentar lagi."
Sasuke teringat akan perkataan seorang profesor dari masa depan yang dua kali telah berbaik hati membantunya—sekali tak disengaja, ketika ciptaan sang profesor membawanya melarikan diri dan yang kedua ketika ia ingin kembali sesegera mungkin ke masa lampau. Pemuda itu menelengkan kepalanya. Ia merasa malu dan konyol. Bagaimana mungkin ia melupakan tekad yang ia kampanyekan di hadapan sang profesor? Sebuah misi kedamaian yang tengah ia wujudkan. Itulah mengapa tidak sepantasnya ia takut bertemu dengan orang-orang yang memburunya karena hal tersebut memerlihatkan betapa pengecutnya ia. Sekaligus, menunjukkan betapa ia masih lemah dalam menghadapi musuh. Berapa pun musuh yang menghadang langkahnya, sayap sang elang harus tetap mengibas cakrawala, begitulah seharusnya ia beraksi. Bukankah pahlawan adalah pemberani?
Uchiha menarik napas perlahan dan memejamkan mata. Diisinya kekosongan pikirannya dengan sugesti keberhasilan yang memprovokasi semangatnya untuk muncul kembali. Tatkala dua oniks terbuka, maka kini di sana ada kobar api semangat yang membara. Bukan kegentaran yang menghambat, tapi sebuah keberanian yang terpahat.
Ah … Apa ia kelelahan setelah begadang semalaman demi mesin waktu?
Pikiran sang pemilik bola mata oniks kembali melanglang buana pada sesosok manusia. Meronakan merah muda di pipinya.
Kenapa aku jadi sering memikirkannya? Dasar bodoh! Ditampar pipinya sendiri perlahan. Dia ini lelaki! Tunggu … tapi, apa benar dia lelaki?
Samurai tampan itu kini menyentuh dagunya, berpikir. Benar juga. Ia tak sepenuhnya tahu sosok sang profesor tersebut. Tak heran. Bagaimanapun, sosok profesor yang menetap di masa depan tersebut terlampau tertutup. Bahkan, warna mata dan surai yang mengemas fisiknya saja ia tak tahu. Yang diketahui sang pemuda adalah bahwa suara sang profesor sedikit berat. Tapi, bisa saja hal tersebut disebabkan karena efek pemakaian masker di mulutnya.
Sasuke dibuat risau sendiri oleh pemikiran-pemikiran yang hinggap di otaknya. Sedikit banyak ia berharap sang profesor adalah perempuan. Keinginan yang secara tak sadar timbul dikarenakan sebuah alasan yang ia tidak ketahui apa.
BRUAGH!
Dua siluet manusia menabrak sosok sang Uchiha. Membuat pemuda yang tengah memikirkan suatu perkara itu terkejut dan tak dapat menghindar ketika dua tubuh menimpanya. Hendak melontarkan kekesalan, surai pirang yang pertama Sasuke lihat membuatnya menahan diri. Ya, surai pirang itu adalah milik sang familiar yang berada di pihaknya. Rekannya.
"Naruto? Sakura?" Ia memandang heran pada dua manusia yang kini beranjak bangun. Dua manusia yang berada tepat di depannya semula tak bereaksi apa pun dan justru mengaduh karena rasa nyeri saat tulang mereka terkena tulang sang Uchiha. Akan tetapi, begitu kepala mereka terangkat dan tepat terpajang di depan wajah Uchiha, ulasan senyuman lebar hadir di bibir mereka.
"SASUKE!" Kedua manusia merah jambu-kuning itu lekas saja merengkuh sosok seorang yang mereka kenal. Ya, rekan baik mereka sedari kecil. Sasuke. Sosok yang juga berjuang bersama mereka dalam patriotisme negara.
"Syukurlah! Kukira kausudah ditawan musuh!" Pemuda berkumis kucing bernama Naruto mengacak-acak surai sang pemuda sementara gadis di sisi Naruto menganggukkan kepalanya.
Uchiha yang sedikit risih akan kelakuan sang pemuda sebayanya itu hanya menepis pelan tangan tan yang meraih raven di kepalanya. Ia bersandar pada batang pohon yang menjulang tinggi, kemudian.
"Aku pikir kondisiku sudah terdesak kemarin setelah mereka memblokir area hutan dan menyudutkanku ke dekat sungai berarus deras. Tapi, aku beruntung."
Pemuda yang mengenyam marga Uzumaki itu menghela napas panjang. "Baguslah."
"Kalian sendiri?" Oniks Sasuke menatap dua rekannya. Pertanyaan basa-basi, tentunya. Karena dengan mata kepalanya sendiri ia dapat memastikan kedua rekannya baik-baik saja tanpa bekas luka berarti.
"Seperti yang kau lihat! Aku dan Sakura-chan baik-baik saja."
Baru saja akan melanjutkan sesi reuni, sebuah panah melesat ke batang pohon yang disandari oleh sang Uchiha. Membuat sosok tiga rekan itu berbalik dan mendapati tim pengejar telah ada di belakang mereka. Jumlahnya cukup banyak. Lima puluh orang. Setengahnya ahli panah dan setengahnya lagi merupakan manusia dengan pedang yang menatap mereka nyalang seakan Sasuke dan rekannya merupakan kelinci dalam kandang macan.
Tak mau kalah dari rasa takut, Sasuke mencabut kusanagi dari sarungnya dan berjalan ke depan para pemanah dan samurai. Melihat aksi sang Uchiha, Naruto dan Sakura silih pandang dan ikut berdiri di sisi sang rekan. Naruto mencabut katana-nya dan Sakura meraih tombak yang ia letakkan di punggungnya.
Ketiganya bersiap melawan musuh yang telah menarik senar busur untuk melesatkan anak panah dan telah bersiap menghunuskan pedang runcing yang seolah haus akan darah mereka bertiga.
(Hokkaido)
Seorang gadis muda bersurai indigo sepunggung tengah menghirup secangkir kopi sembari memandangi layar berukuran cukup besar di depannya. Ia tersenyum tipis ketika melihat peperangan kecil dipertontonkan oleh para pemain nyata yang tayang di sana.
Menyadari itu ada lingkar hias senyum yang mewarnai air muka sang atasan, sang asisten dari sang gadis yang ternyata adalah Gaara, menghampiri.
"Apa gerangan yang membuat sang profesor minim ekspresi bisa mengulaskan senyuman?" Ia bertanya pada sang gadis yang merupakan identitas sang profesor sesungguhnya. Setelah ikut menengok ke arah layar, sang Sabaku itu terdiam. Jawaban yang ia temukan membuat senyum kecil di wajah Gaara memudar.
Ternyata samurai itu ….
Jujur, ada kelebat rasa tidak suka saat ia menangkap sinyal tak biasa dari sang profesor teruntuk sang samurai dan ia menyadari hal ini sejak kedatangan manusia masa lampau itu ke laboratoriumnya kemarin. Ada gelagat perhatian yang ia rasakan ditujukan sang profesor pada orang asing itu. Membuat ia merasakan firasat buruk.
Soal perasaannya sendiri pada sang profesor.
Ya, Sabaku no Gaara mengakui bahwa dirinya telah terjerat terali amora akan pesona sang profesor. Sedari kecil ia telah mengenal sang gadis dan ia mabuk kepayang akan pembawaannya yang tenang dan lugas. Sayang, ia terlalu riskan untuk sekadar mengutarakan rasanya. Ia tak ingin sang atasan yang merangkap seorang sahabat tersebut menjadi tak nyaman berada di sisinya karena rasa cinta yang Sabaku pendam. Karenanya, hingga saat ini ia hanya dapat memerhatikan sang profesor sembari sesekali mengambil kesempatan untuk mendaratkan kecupan kecil di pipi ketika empunya terlelap. Sebatas itu saja.
Kini, ia tengah dilanda kalut, kalut kalau-kalau sang profesor menaruh hati kepada sang samurai. Apa dayanya jika itu terjadi? Ia tak mampu berkutik. Tak mungkin memisahkan keduanya karena hal itu akan membuat profesor tersayangnya sedih. Jika memikirkannya, Sabaku hanya sanggup menenggak saliva.
TRANG!
Suara dentingan pedang dari sound system di sisi layar membuat konsentrasinya kembali teralih pada kenyataan. Ia pun teringat akan pertanyaan yang ingin ia lontarkan pasca melihat tayangan tersebut.
"Bagaimana bisa?" Sabaku bertanya.
Sang profesor yang mengerti akan maksud pertanyaan sang Sabaku hanya mengedikkan bahu dan berkata, "Aku meletakkan alat penyadap di kerah yukata Sasuke-kun diam-diam ketika menepuk punggungnya kemarin. Aku penasaran tentang masa lampau di mana ia tinggal. Ketika kulihat, ternyata sangat menghibur. Lihatlah bagaimana ia dan dua rekannya bertarung mati-matian melawan lima puluh orang ahli yang diutus pihak musuh. Menarik."
Sabaku diam. Memilih tidak bertanya apa-apa lagi karena ia tak ingin mendengar nama sang samurai kembali terlontar dari bibir tipis profesornya. Merasa bahwa kehadirannya dianggap angin lalu sangkin fokusnya mata sang profesor pada layar, Sabaku berbalik dan hendak berjalan pergi jika saja sang profesor tidak terlebih dahulu membuka mulutnya.
"Gaara," panggil sang profesor muda yang kontan saja menghentikan derap kaki sang Sabaku.
Pemuda bersurai marun itu kembali menghadap sang profesornya yang telah beranjak dari layar. Sebuah senyuman terkembang di wajah manis sang gadis bermata lavender.
"Ada yang ingin kubicarakan."
Firasat tidak enak di hati Gaara kian menjadi pasca ia menghampiri sang gadis untuk mendengar sebuah bisikan di mana ia mendapat sebuah perintah yang tak mungkin ia tolak … walaupun persetujuannya akan perintah itu hanya akan membuat hatinya semakin teriris.
"Sial!" Sasuke menahan beberapa samurai di depannya dengan sebilah kusanagi, demikian dengan dua rekannya yang lain. Mereka bertiga berjibaku dalam sebuah medan laga yang membuat mereka tersudut mengingat adanya ketidakadilan dalam jumlah pemain. Tiga lawan lima puluh. Tentu saja tidak imbang.
Tapi, Uchiha Sasuke, Uzumaki Naruto dan Haruno Sakura tidak ingin kalah. Tidak, terlebih lagi melawan mereka yang tak ingin kejahatan ditumpas. Sasuke dan yang lainnya tak akan segan-segan.
Sabetan demi sabetan mencecerkan darah segar ke atas hamparan rumput hijau. Perlahan-lahan jumlah musuh berkurang seiring waktu. Namun, jumlah mereka yang jauh lebih banyak membuat mereka seakan tak habis yang tentu saja sudah menguras habis tenaga dari tiga manusia pembela kebenaran tersebut.
JLEB!
Sebuah katana lalu meluncur merobek yukata sang Uchiha yang tengah lengah. Luka lebar menganga di bagian perutnya, membuat ia meringis menahan perih seiring dengan darah yang keluar menodai warna yukata-nya. Tak jauh berbeda, Naruto pun telah terluka parah akibat tusukankatana di pundaknya dan Sakura yang mulai kewalahan menghadapi anak panah yang harus ia tangkis dengan tombaknya sehingga sesekali anak panah itu menancap di kakinya.
Merasa kesadarannya akan hilang, Sasuke menumpukan tangannya pada kusanagi yang telah ia tancapkan ke tanah. Tubuhnya mulai terhuyung ke depan, hendak menyongsong sebuah katana yang untuk kesekiankali diarahkan samurai dari pihak musuh kepadanya.
TRANG!
Sepasang katana jenis kodachi menahan pergerakan katana yang hendak menghunus tubuh Sasuke yang tidak berdaya. Dengan gerakan lihai,kodachi itu memutar katana musuh hingga terpental dari tangan seorang samurai yang memegangnya. Tak menyia-nyiakan waktu, samurai yang melindungi Sasuke segera menghunuskan kodachi-nya di dada musuh hingga ia terkapar.
Sasuke mencoba memokuskan pandangannya yang mengabur untuk menangkap siluet orang yang melindunginya. Oniksnya menangkap dengan sedikit samar sesosok samurai tegap bersurai indigo yang dikuncir tinggi layaknya Musashi dengan yukata ungu pasi dan hakama putih. Sasuke hendak berterima kasih, namun tubuhnya telah kehilangan tenaga dan terhempas ke tanah. Bala bantuan, sekiranya persepsi itulah yang membuat Naruto dan Sakura menyunggingkan senyuman lega ketika tahu nyawa Sasuke tertolong. Sementara sang samurai ber-yukata ungu dengan wajah yang ditutupi topeng putih bercorak bulan sabit merah meladeni musuh lain yang mengitarinya, seorang samurai bersurai merah bata ber-yukata coklat dan hakama kelabu yang sebelumnya hanya memerhatikan pertarungan dari atas dahan pohon, akhirnya meloncat turun untuk membantu Naruto dan Sakura dengan sebuah katana yang berbentuk unik, tipis dan panjang dengan lumuran tinta hitam yang disinyalir racun. Ia menebas bahu para musuh dengan gerakan gesit yang begitu cepat sehingga musuh tidak dapat menghindari serangannya.
Dua samurai asing itu mengayunkan katana mereka dengan lihai sehingga musuh-musuh yang ada di depan mereka dapat dilumpuhkan dengan cepat, melebihi kemampuan Sasuke, Naruto dan Sakura. Kemenangan pun mereka genggam setelah semua musuh ambruk di tempat.
Naruto menghampiri Sakura, setelahnya. Dirangkulkannya tangan sang gadis melingkar di bahunya dan ia bantu berjalan. Ia pun menatap dua penolong di hadapannya.
"Terima ka—"
"—Pemuda ini harus segera diobati atau nyawanya akan terancam," interupsi sang samurai bertopeng. Ia mengedikkan dagunya pada samurai bersurai marun yang ditanggapi dengan anggukkan pelan.
Pemuda bersurai merah bata dengan kelereng jamrud menatap Sasuke yang terbaring dengan simbahan darah dari luka di perutnya sebelum ia mengulurkan tangannya untuk memapah sang Uchiha.
"Tadi aku melihat ada air terjun di dekat sini yang memiliki gua. Kita akan pergi ke sana dan aku akan merawat luka pemuda ini juga kalian." Samurai bertopeng lalu memandu langkah Naruto dan Sakura yang berjalan tertatih-tatih di belakangnya.
SRET ….
Sang samurai bertopeng mengeratkan ikatan perban di kaki Sakura setelah sebelumnya menangani luka di bahu Naruto. Sakura menggerak-gerakkan kakinya ketika sang samurai beranjak ke tempat di mana Sasuke terbaring pingsan.
"Kakiku sudah bisa digerakkan lagi! Terima kasih!" Haruno muda memekik girang.
"Terima kasih, Tuan!" Naruto ikut memekik.
Sang samurai berkuncir hanya mendengus kecil sembari memberikan obat yang beberapa saat lalu diraciknya dari tumbuhan dan mengoleskannya di atas luka sang Uchiha yang telah menutup pasca mendapat jahitan dari sang samurai. Erangan kecil keluar dari mulut Sasuke saat jemari samurai bertopeng mengenai lukanya.
"Bersabarlah. Sedikit sakit memang. Tapi, obat ini sangat mujarab mengobati luka tebasan pedang." Ia terus mengoleskan obat tersebut.
Tak berapa lama, obat tersebut telah dioleskan ke seluruh daerah perut Sasuke yang terkena tebasan. Sang samurai dengan yukata ungu pasi itu tersenyum. Gurat kelegaan setelah ia melihat rona Sasuke berangsur-angsur normal setelah sedari tadi wajahnya pucat berpeluh.
Pemuda beriris jamrud yang memandangi sang samurai berkuncir hanya mematung.
"Gaara." Sang profesor melambaikan tangannya, menyuruh Gaara untuk memperpendek jarak antara ia dan sang profesor.
Patuh, sang pemuda marun melangkah mendekat. Rasa penasaran terlihat dari kerutan di dahinya ketika sebuah senyuman menghiasi bibir sang profesor. "Ada apa, profesor?"
Jemari sang gadis menarik dagu Gaara untuk mendekat. Sebuah kalimat perintah yang meluncur dari mulut sang profesor tepat di telinga Gaara membuat sepasang kelereng jamrud miliknya membola.
"Aku ingin pergi ke masa lalu dan membantu Sasuke-kun dan aku ingin kau ikut, Gaara."
Perih. Itulah rasa pertama yang ada di relung hatinya tatkala sang atasan memberikannya perintah tersebut. Ia tidak pernah keberatan pergi ke masa lalu, terlebih dengan gadis yang telah membuatnya jatuh hati itu. Tidak. Ia hanya keberatan pada embel-embel di mana sang profesor ingin pergi melewati batas ruang dan waktu untuk membantu Sasuke. Ia tak dapat menampik rasa cemburu yang langsung menyeruak di hatinya.
Namun, ia tahu, ia tak akan pernah bisa membangkang dari titah sang atasan yang dicintainya. Tidak peduli seperti apa pun bentuk perintah yang diberikan kepadanya, ia akan menurutinya. Maka, meski rasanya berat, Gaara bersedia ikut ke masa lalu.
"Baiklah, profesor."
Gaara menolehkan kepalanya menghadap sang profesor dan memberikan senyumannya. Senyuman yang terulas dengan terpaksa.
"Satu hal lagi. Aku akan menyamar sebagai laki-laki di sana. Ada suatu hal yang harus kulakukan."
Perintah itulah yang kini membawanya ke sini. Berada di antara manusia masa lampau dengan segala unsur tradisional yang masih khas sekali. Ia tak punya pilihan lain selain menjalaninya. Walaupun tentu saja bukan hal yang mudah untuk beradaptasi dengan masa lalu, terlebih mengatasi kecemburuannya selama berada di sini.
Api unggun mengisi kegelapan di dalam gua setelah matahari digantikan posisinya oleh sang rembulan malam. Beberapa ikan bakar tertancap di antara kayu bakar yang ditumpuk sementara lima manusia di sana tenggelam dalam obrolan seputar peperangan.
"Tadi kalian keren sekali! Tebasan kalian bisa tepat mengenai titik kelemahan musuh!" Naruto mengemukakan pendapatnya dengan menggebu-gebu sembari memraktekkan jurus yang digunakan sang samurai yang aslinya Gaara dan profesor. Sakura bertepuk tangan riuh sementara Gaara dan sang profesor hanya mengulas setipis senyuman untuk menimpalinya.
Keriuhan yang tercipta mau tak mau membuat mimpi sang Uchiha terusik. Sebuah lenguhan terdengar darinya sebelum ia beranjak duduk dari pembaringan.
Pemilik bola mata gulita itu mengacak sedikit surainya sendiri dan sedikit meringis ketika rasa perih menjalar di area perutnya.
"Lukamu masih basah. Jadi, jangan banyak bergerak dulu. Ini! Makanlah!"
Setusuk ikan bakar disodorkan tepat di depan wajah Sasuke yang membuat ia menengadah untuk mendapati manusia yang menatapnya dari balik topeng.
"Kau!" Sasuke membelalak, diabaikannya ikan bakar yang sang bertopeng sodorkan. Ia sangat hafal dengan suara berat ini. Suara dari seseorang yang sedari pertemuan dengannya membuat Uchiha selalu melamunkan sosoknya setiap saat. "Profesor?"
Tak ketinggalan, Sasuke mendongak ke arah api unggun di mana sosok lain yang ia kenali tengah duduk bersila.
"Kau … Gaara?"
Sabaku yang dipanggil menoleh dan mengangkat sebelah tangannya.
"Kenapa kalian ada di sini?"
"Kenapa bertanya begitu? Tidak sopan! Aku dan Gaara datang untuk membantumu. Kurasa semakin banyak kawan semakin baik daripada bergerak dalam jumlah sedikit, bukan?" Sang samurai meletakkan ikan bakar itu di sisi Sasuke dan kembali melangkah ke dekat api unggun.
"Kemudian …," lanjut sang profesor sembari menghentikan gerakan kakinya. "Aku akan melatihmu ilmu pedang yang kukuasai agar kau menjadi seorang samurai yang tangguh."
Oniks menunjukkan raut terkesima. Kesekiankalinya Uchiha ditolong oleh ia yang selalu bertengger di pikirannya. Kini, orang itu bahkan akan menetap di sini, masa lampau dari masanya, untuk membantu Sasuke meski Sasuke tak menjanjikan upeti apa pun sebagai balas jasa.
"Nama … sebutkan namamu!" Sasuke berseru lantang pada siluet yang kini membalikkan tubuhnya pada sang pemuda.
"Aku Ryuu. Tsuki no Ryuu. Ingat itu Uchiha no Sasuke-kun."
"Kenapa harus menyembunyikan namamu?" Suara Gaara menyapa indera pendengaran sang samurai bertopeng yang kini tengah membasuh wajahnya di sisi sungai kala tengah malam di mana tiga orang lainnya telah terlelap.
Topeng putih yang tak pernah absen menutupi rupanya kini ia tanggalkan di atas bebatuan sungai.
"Sudah kubilang, aku harus menyamar sebagai laki-laki. Bagaimanapun, aku harus menutupi identitasku di sini."
Gaara mendekat dan ikut membasuh wajahnya dengan air sungai yang dingin. "Sayang sekali. Bukankah nama Anda begitu cantik untuk disembunyikan, Profesor Hyuuga Hinata?"
TEK!
Sang profesor yang memiliki nama asli Hyuuga Hinata itu kembali mengenakan topengnya. Ditatapnya rembulan dengan sinar gemerlap yang membuat wajahnya memantulkan cahaya benderang.
"Kau tahu Gaara? Setelah kuselidiki, tahun ini adalah tahun 1713. Tahun di mana ibuku menghilang setelah menaiki mesin waktu dan tidak pernah kembali lagi."
"Ap—"
"—Karena itulah!" Gadis itu mengepalkan tangannya. Ia menatap Gaara dari celah topengnya, menatap Gaara dengan iris lavender yang bercahaya sembari menggeram, "Aku akan menguak rahasia di balik hilangnya ibuku di sini dan aku akan mencarinya!"
To Be Continued
Courtesy: FanFiction.Net
0 Komentar:
Posting Komentar