Exchange!
Author: Grey Chocolate
NARUTO © Masashi Kishimoto
SasuHina & NaruSaku
AU, OoC, etc
Terimakasih untuk semua yang sudah memberikan review kalian. Dukungan kalian adalah penyemangat untukku!
.
. .. .•. .. .
.
Masa lampau dan masa depan yang menyelisihi kini beradu
Keduanya terbaur dalam serumpun demi sebuah kisah
Dibawakannya masa lampau untuk masa depan dan dibimbingnya masa depan untuk mengilhami masa lampau
Karena, waktu adalah padu. Maka keduanya akan saling berkorelasi meski tak satu ….
"Ibuuu!"
Ananda berperawakkan mungil mendekap kaki sang ibu yang berpostur melebihinya. Ia tampak bersemangat meski kini lampion rembulan telah dinaikkan. Sementara itu, sang wanita yang memiliki kesamaan warna iris mata dengan sang buah hati hanya tersenyum lembut. Ia mendekap yuana mungil yang masih menggelayuti kakinya.
"I-ibu jangan pergi! Hinata takut sendirian." Gadis mungil bernama Hinata masih merengek. Linang air mata tampak bercahaya di antara gemerlapnya malam.
Suasana di atap laboratorium begitu lengang. Hanya gagak yang sesekali berdendang di antara dahan. Beberapa bawahan sang wanita memancarkan raut tak rela akan keberangkatan sang profesor ke suatu masa. Masa lampau.
"Ibu pasti akan kembali untukmu, Hina-chan. Jadilah anak baik ketika ibu pergi."
Hinata mengangguk dalam senggukkannya. Ia melepaskan jemari lumatnya dari sang ibu dan membiarkan tubuh wanita yang teramat ia sayang berbalik untuk kemudian berjalan menuju mesin waktu yang telah siap membawanya melorongi zaman. Akan tetapi, sebelum itu sang wanita terlebih dahulu menghampirkan dirinya pada seorang bocah lelaki bersurai merah bata yang berdiri di dekat mesin waktu.
"Gaara." Wanita Hyuuga itu menepukkan kedua telapaknya pada bahu sang bocah. "Tolong jaga Hinata baik-baik. Kau sayang dia, bukan?"
Bocah yang disebut "Gaara" tak menunjukkan ekspresi berarti. Hanya ada pengiyaan singkat yang ia timpalkan atas permintaan sang profesor.
Wanita berjubah putih tertawa geli. Sembari mengacak surai sang bocah ia bersenda, "Kau ini! Benar-benar anak kecil minim ekspresi! Seperti patung panda saja."
"Ya, sudah. Aku harus segera pergi sekarang." Ia beranjak dan menatap seluruh awak penelitinya di kali yang terakhir. Dalam lambaian tangan dan haru-biru, ia menghentakkan kedua kakinya untuk melabuhi waktu. Pergi ke masa lalu.
Saat itu pulalah, seorang gadis kecil bernama Hinata digariskan-Nya untuk menjalani hidup yang berbeda dari anak sebaya yang lain.
E X C H A N G E!
Chapter III
TRANG!
"KAKIMU KURANG TEGAK! KALAU KAU SELEMAH ITU, MUSUH BISA MELUMPUHKANMU DALAM SEKEJAP!"
Inilah fajar hari di balik sebuah terjunan air. Dua orang samurai tengah berlatih dengan katana di tangan mereka. Hinata, atau yang kini beraliaskan Ryuu dan Uchiha Sasuke. Meski surya belum meninggi, semangat keduanya berkobar melebihi teriknya tengah hari. Gaara yang senggang di sisi lain hanya mengisi waktu dengan membersihkan katana-nya, Naruto dengan kesibukkan untuk mencari lauk-pauk dan Sakura yang tengah merapikan tatanan surainya di sisi tebing.
Beberapa jam terlewati dan kedua samurai yang semenjak tadi bergulat dalam pelatihan mulai tampak letih.
"Hei." Uchiha memanggil sang guru yang tengah duduk bersila dengan kendi air minum kecil yang tengah ia tenggak.
Ryuu menoleh pasca menelan seluruh likuid di dalam kendi. "Kenapa?"
"Kenapa kau mau membantuku?"
"Bukankah sebelum latihan aku sudah mengatakannya padamu? Aku datang ke sini untuk mencari ibuku. Jadi, anggap saja bahwa dengan membantumu mungkin aku akan lebih mudah menemukan ibu."
Uchiha memandang belantara angkasa. Kemudian, helaan napas terdengar memanjang dari mulutnya. Ia bangkit dan menepuk-nepuk celananya yang sedikit kotor.
"Semuanya!" Ia berlantang. "Kita akan mencari jalan keluar dari hutan ini dan pergi ke desa seberang untuk menginap."
Naruto yang tengah menusukkan katana-nya pada seekor ikan tercenung. "Kau punya uang, Sasuke?"
"Tidak."
"Apa? Lalu bagaimana kita bisa membayar uang sewa penginapan?"
Kerlingan dari kedua oniks Sasuke seolah menganugerahi otak Naruto dengan ide gila.
"Kau benar. Kita bisa sedikit mencuri harta dari pegawai istana. Tapi, bagaimana kita bisa keluar dari sini? Kau bilang kau kehilangan peta kita, bukan?"
Kembali, Uchiha itu tak gentar. Ia menyesarkan wajahnya pada sang guru yang hanya terhening menanti apa yang hendak Sasuke katakan padanya.
"Guruku ini pasti membawa sesuatu untuk membawa kita keluar dari hutan ini. Bukan begitu, guru?"
.
. .. .•. .. .
.
"LARIII!"
Sasuke, Ryuu, Gaara, Naruto dan Sakura memacu kaki mereka untuk kabur dari ratusan pengawal yang mengejar. Beberapa saat lalu, pasca berhasil keluar dari hutan, mereka langsung melancarkan aksi untuk mencuri harta properti keluarga sekretaris kerajaan gendut bernama Chouza yang tampak mencolok karena megahnya bangunan. Aksi mereka berjalan lancar, timbunan keping emas dan beberapa uang tunai berhasil diselundupkan ke dalam buntalan kain. Akan tetapi, sayang, mereka tertangkap basah tepat tempo hendak meloncat melewati pagar kediaman mewah Akimichi. Oleh karenanya, kini mereka tengah dikejar oleh ratusan pengawal Akimichi yang merasa penjagaan ketat mereka kecurian oleh samurai-samurai tengil.
"Naruto! Kau dan Sakura bersembunyilah! Jangan sampai mereka merebut kembali harta yang telah kita curi! Kemudian, guru dan Gaara! Kalian berdua bantulah aku untuk melumpuhkan mereka di tanah lapang!" Uchiha raven memberikan komandonya.
Segera, mereka menjalankan rencana Sasuke yang dibuat begitu mendadak. Naruto dan Sakura menyembunyikan diri di balik lumbung padi sedangkan Ryuu, Sasuke dan Gaara bersiap menghadang para pengawal.
Kali ini, senyuman penuh percaya diri melebar di bibir Sasuke. Ia percaya bahwa kini ia tak akan lagi kalah hanya oleh gulungan manusia yang tak begitu kuat seperti mereka. Meski demikian, Ryuu telah memperingatkan Sasuke untuk tidak meremehkan musuh siapa pun mereka.
.
. .. .•. .. .
.
Petang hari. Kelima manusia itu berjalan terseok menuju sebuah penginapan. Bukan karena kalah atas pertarungan tadi yang menjadi musabab mereka seperti ini. Namun, karena rasa lapar yang tak terbendung. Apalagi mereka hanya makan satu ekor ikan di pagi hari yang jelas tak akan cukup bahkan hanya untuk mengganjal perut.
Dalam pertarungan tadi mereka menang dengan telak. Seluruh pengawal berhasil dilumpuhkan dan bagai biasanya, dijadikan gundukkan manusia oleh Naruto dan Sakura. Tak ada luka serius di tubuh mereka terkecuali luka parah di perut Sasuke yang belum mengering seutuhnya dan sesekali tadi menimbulkan rasa nyeri meski tak sampai mengganggu kinerja sang samurai oniks.
Setelah berjalan kurang lebih dua jam, akhirnya mereka berhasil menemukan sebuah penginapan yang lokasinya cukup terpencil di sisi desa tanpa ada pengawal kerajaan beserta antek-anteknya. Di sana, mereka disambut begitu ramah oleh sang pemilik yakni Chiyo yang memang tidak peduli pada pemerintahan. Ia yang seorang veteran zaman dahulu sudah cukup kecewa dengan remuknya ideologi di sana. Yang lebih disayangkan, ia belum menemukan seorang pun yang berani menentang kerajaan demi era yang lebih menunjang. Karenanya, mendengar alkisah Sasuke dengan misinya, Chiyo menjadi gembira. Ia bersyukur masih ada kaum muda yang mau mempertaruhkan nyawa demi revolusi besar-besaran.
Setelah dijamu dengan camilan ringan saat tiba di penginapan, mereka berlima kini berpencar untuk mencari informasi mengenai kerajaan pusat dan keamanannya. Lain hal Sasuke, Naruto dan Sakura. Ryuu dan Gaara justru memilih berada di penginapan. Mereka masih harus membiasakan diri dengan masa lampau yang masih ditempeli cap purbakala. Seperti saat ini, saat di mana Gaara diajak oleh salah seorang pegawai penginapan untuk bercocok tanam di kebun pemilik penginapan sementara Ryuu menemani Chiyo berbincang di pinggiran.
"Nak Ryuu. Meski kau berpenampilan maskulin, aku masih bisa menyadari bahwa kau adalah seorang gadis muda."
Seluncur kalimat yang Chiyo lantunkan membuat Ryuu sedikit berjengit kaget. Ia yang saat itu tengah membantu Chiyo untuk menghias keranjang dengan bunga petikkan dari taman penginapan tak berkutik ketika sang lansia mengutarakan identitas dirinya yang asli. Tapi, senyuman tipis terulas di balik topeng yang Ryuu kenakan. Sudah sewajarnya seorang nenek yang telah hidup puluhan tahun untuk dapat mengetahui hal-hal demikian. Mereka telah memakan asam-garam hidup dan berkiprah ke segala pengalaman.
"Anda benar, Chiyo-baa."
Chiyo terkekeh renyah. Ia lantas berdiri menantang mentari terbenam yang kini biasnya meronakan oranye pudar ke wajah tuanya yang dihinggapi senyuman.
"Benar-benar gadis yang dapat dijadikan panutan. Andai saja semua gadis punya jiwa pemberani sepertimu."
"Saya merasa tersanjung."
"Baiklah. Aku pergi ke dapur dulu. Sepertinya jam makan malam sebentar lagi. Aku tidak bisa membiarkan pelangganku terlambat menikmati jamuan makan malam. Santai-santailah di situ."
"Baik."
Drap ….
Sesosok manusia yang baru saja kembali usai berkeliling desa menghampiri Ryuu dalam sunyi. Manusia berjenis kelamin lelaki yang rupanya Sasuke tertegun menyadari betapa kemayunya sang guru. Ryuu bahkan dapat melaksanakan tradisi ikebana bak keterampilan seorang yamato nadeshiko. Terlebih, Sasuke terpana dengan lihai-gemulai tangan Ryuu ketika ia melengkungkan batang-batang bunga tersebut untuk dimasukkan ke dalam keranjang kayu.
"Aku tidak menyangka guruku punya kecenderungan menjadi seorang hime," komentar Uchiha sembari melangkahkan kaki pada sang guru.
Menyadari kedatangan seorang tamu tak diundang, Ryuu mengebengkalaikan pekerjaan yang belum rampung sepenuhnya. Ia lantas beranjak dan meraih katana-nya dalam sekelebat untuk ia acungkan tepat di depan hidung Uchiha tampan. Namun, Sasuke tak berkelit. Air mukanya tetap tenang menanggapi serangan tiba-tiba yang dilancarkan oleh sang guru kendatipun ujung katana yang runcing menyapa penglihatannya begitu dekat.
"Huh! Rupanya pecundang kemarin telah lenyap, ya." Ryuu menyarungkan kembali katana miliknya.
Seringai yang sarat akan kebanggaan terlihat jelas dari wajah rupawan samurai Uchiha. "Begitukah? Apa aku harus berhenti memanggilmu guru,eh?"
Ryuu berdecih. Digapai sebuah handuk yang terjemur di dekat siluetnya dan ia pun lekas berjalan pergi.
"Aku mau mandi. Sampaikan pada Gaara untuk makan malam duluan tanpa perlu menungguku."
"Ah, aku lupa bahwa aku juga belum mandi." Sasuke menggaruk pangkal lehernya seraya hendak meraih sebuah handuk dari jemuran. Akan tetapi, ia urung melakukan hal tersebut saat moncong sarung katana seolah melarangnya untuk melaju meski hanya selangkah. Ia mengangkat alis keheranan kepada Ryuu.
"Aku akan mandi sendiri. Jadi, tunggulah sampai aku selesai."
.
. .. .•. .. .
.
Byuuur!
Ryuu yang kini telah berada dalam onsen, menenggelamkan setengah wajahnya yang memerah di balik topeng. Ia benar-benar tak habis pikir bahwa ia akan sedemikian salah tingkahnya dengan tutur polos Sasuke. Ia paham, Sasuke memang benar. Ia kini dalam kepura-puraannya sebagai seorang pemuda. Tapi, tetap saja insting gadisnya merasa berdebar saat diajak mandi oleh lawan jenis.
"A-aku benar-benar m-malu sekali …." Ryuu mengeluarkan gelagap dengan suaranya yang asli.
Jemari Ryuu kemudian meraba kepala dan dengan setali tarik, temali yang mengikat jumputan surainya terlepas. Tak ketinggalan, topeng bermotif sabit merah pun kini telah tanggal dari wajah cantik gadis anggun tersebut. Kini, ia bisa kembali mendapati wajahnya dalam pantulan air. Wajahnya sebagai Hinata. Wajah yang laksana pinang dibelah dua dengan sang ibu.
Ibu, bagaimana kabarmu sekarang ini? Apa yang menahanmu untuk kembali ke masa depan? Kenapa kau tak kunjung kembali?
.
. .. .•. .. .
.
"OISHII-TTEBAYOUUU!" Naruto berseru penuh semangat ketika lidahnya mengecap rasa mie ramen yang tersaji di meja.
Haruno muda menyipitkan mata dan menyuruh pemuda di sisinya untuk diam dengan wajah yang dibuat seram. Alhasil, Naruto pun susah payah menelan ramen dalam mulutnya saking ketakutan.
Kini, tiga pemuda dan satu gadis tengah menikmati hidangan makan malam yang penginapan sediakan. Udang, ramen dan panganan lain yang menggugah selera disajikan di atas piring dan bambu yang dipercantik dengan hias aneka kembang. Sasuke hendak menyumpitkan sebuah tempura andaikata ia tidak menyadari bahwa Gaara belum menyentuh sedikit pun masakan di hadapannya.
"Makan saja, Gaara. Ryuu bilang padaku untuk menyuruhmu makan duluan. Ia tidak ingin kau menunda makan hanya karena menunggunya selesai mandi."
Sabaku no Gaara terdiam. Meski Hinata sendiri yang menitahkannya untuk segera mengisi perut, toh, ia lebih baik menanti Hinata selepas mandi ketimbang makan sendirian dengan cita rasa yang tak terasa enak di lidah tanpa kehadiran sang gadis pujaan.
Malam itu mereka larut dalam kedamaian tanpa menyadari bunyi mencurigakan dari arah pintu belakang.
"Khukhukhu … lihat saja, bocah tengik! Sampai di mana kalian bisa berulah dengan kami. Terlebih denganku, ketua pengawal sekretaris kerajaan. Darui!"
-To Be Continued-
.
.
.
Thanks for reading!
Courtesy: FanFiction.Net
0 Komentar:
Posting Komentar